oleh: IndahNoprimasariYudi
Saat sekarang ini, kasus kekerasan
seksual pada anak menjadi berita yang sangat menghebohkan. Sejak terungkapnya
kasus Emon yang melakukan kejahatan seksual ke anak, kemudian berlanjut ke
kasus pedofilia di Jakarta International School (JIS), terjadi peningkatan
perhatian pada kasus ini. Lalu apakah kekerasan seksual itu?
Child abuse atau kekerasan seksual
adalah tindakan mencederai seseorang kepada anak. Menurut U.S Department of
Health, Education, and Wolfare, definisi child abuse adalah kekerasan fisik atau
mental, kekerasan seksual dan penelantaran tehadap anak di bawah usia 18 tahun
yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.
Di Indonesia, kasus ini meningkat terus
setiap tahunnya. Tahun 2007 terjadi 1160 kasus sodomi anak dari 1992 kasus
kejahatan anak yang masuk ke komnas HAM. Tahun 2011, dari 2590 laporan, ada 59%
kekerasan seksual pada anal. Tahun 2013, tercatat 1600 kasus asusila dari
pencabulan hingga kekerasan giaik pada anak.
Lalu apakah penyebabnya?
Berdasarkan jurnal psikologi isla,
dengan judul Dinamika psikologis kekerasan seksual, ada beberapa faktor yang
menyebabkan child abuse, yaitu:
1. Kelalaian orangtua
orangua yang sibuk dengan urusannya, dan mengabaikan anaknya bisa
berdampak terjadinya kekerasan seksual pada anak. Orangtua tidak memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangannya. Ketika ada orang lain yang memberikan pehatian
lebih, maka anak tersebut akan mengikuti. Pelaku akan lebih mudah melakukan
tindakan asusila kepada anak tersebut
2. Rendahnya moralitas dan mentalitas
pelaku
hal ini berasal dari faktor internal pelaku. Pelaku yang tidak terdidik
dengan baik, maka ia tidakbisa membedakan apakah perbuatan tersebut baik atau
tidak baginya dan diri otang lain. Terkadang, karena pelaku juga mengalami hal
yang sama pada usia anaknya, maka ia akan melampiaskan dan mencobakan hal
tetsebut lagi ke anak yang laib
3. Faktor ekonomi
misalnyapelaku tersebut kaya dan punya uang banyak, ia akan
memberika uang tersebt kepada anak agar
melakukan apa yang dia inginkan. Anak anak tentu akan mengikuti saja kehendak
dari oranbg tersebut.
Lalu bagaimana peran mahasiswa?
Mahasiswa berperan dalam hal sebagai pengadvokasi dan pemberi penyuluhan tentang
child abuse kepada masyarakat. Mahasiswa bisa melakukan penyuluhan ke
masyarakat dan menjelaskan bahwa perilaku child abuse tersebut akan membentuk
mental anak yang burik. Anak akan takut bergaul dan juga akan mengalami
keaakitan. Selain itu, sebagai mahasiswa harus lebih peka kepada lingkungan.
Mahasiswa harus bisa melihat lingkungannya apakah terjadi suatu kekerasan
kepada anak sekitar. Mahasiswa bisa bertanya kepada anak anak dan memberikan
permainan atau hal baru sehingga anak anak terhindar dari berpikir hal
tersebut.