Contact Form

 

Indonesia : Masih Ada Anak Bawah Umur menjadi Pengemis dan Pengamen Jalanan


Oleh Shofi Faiza 
Indonesia merupakan negara demokrasi yang memiliki pancasila sebagai fundamental , UUD sebagai konstitusional, dan berbagai UU serta RUU diciptakan untuk memperkuat landasan pelindungan hukum di Indonesia. Hal ini membuat Negara kita terkenal dengan Negara hukum. Di Indonesia kita mengenal Komnas HAM sebagai badan hukum yang membantu melindungi keberlangsungan Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 1 UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM adalah: “seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mekhluk Tuhan Yang Masa Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Namun, apakah hukum dan segala pretelannya sudah berperan maksimal dalam melindungi HAM masyarakat Indonesia ?
Kita bisa melirik ke lingkungan sekitar kita, sebuah fenomena yang sering kita lihat sendiri yaitu masih banyaknya anak dibawah umur yang mengemis dan mengamen di jalanan dibawah teriknya matahari, dijam-jam yang seharunya mereka mendapat ilmu dari sekolah. Mereka para generasi muda yang seharusnya akan menjadi stake holder dalam memajukan negara ini 20 tahun mendatang, saat ini malah menjadi “stuck-holder”  menjalani nasib karena hidup dengan kemiskinan dan eksploitasi oleh orang-orang tempat mereka bergantung (keluarga).

Sangat ironi dan tidak bisa kita pungkiri bahwa mereka memang saat ini menjalani hidup di zona karbitan senyaman mungkin. Try to survive adalah prinsip hidup mereka. Bisa makan, minum, tidur, dan sedikit bergaya untuk mengikuti trend mau tidak mau harus mereka nikmati. Orang tua anak tersebut memaksa dan membiarkan mereka mencari nafkah sendiri dan keluarganya. Di Sumatera Barat,  23 ribu anak dari 300 ribu usia balita mengalami gizi buruk, dan anak-anak terlantar mendominasi angka tersebut (Arist Media Sirait).  Tapi apakah hal tersebut yang seharusnya mereka dapatkan ?
Sudah seharusnya mereka mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak, mengenal kehidupan yang lebih bermoral dan budi pekerti, berfikir secara logika, dan berkreativitas. Hal-hal tersebut adalah hak asasi yang harusnya mereka nikmati.  Dari pandangan tersebut sudah bisa menilai keberadaan hukum di Indonesia, kita memiliki beberapa tentang hak anak  antara lain Undang Undang No. 4 tahun 1979 diatur tentang kesejahteraan anak, Undang Undang No. 23 tahun 2002 diatur tentang perlindungan anak, Undang Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 diatur tentang ratifikasi konversi hak anak. Namun perjalanan dan intervensi dari hukum tersebut belum sepenuhnya memulihakan persoalan eksploitasi anak dan hak asasinya.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang tanggap dengan hukum atau sedikitnya pernah memiliki pengetahuan mengenai hukum dan merasa sudah terpenuhi haknya, tidak salahnya kita juga ikut membantu saudara-saudara kita dalam berjuang mendapatkan hak asasinya. Kita tidak bisa mengandalkan komnas HAM atau pemerintah saja, karena negara ini bukan sepenuhnya milik pemerintah, kita para rakyat justru seharusnya lebih proaktif dalam memperjuangkan keberadaan HAM di Indonesia. Setidaknya bisa membuat negara ini semakin tanggap dan tegas menangani persoalan hukum dan HAM di Indonesia.

            The right to development is the measure of the respect of all other human rights. That should be our aim: a situation in which all individuals are enabled to maximize their potential, and to contribute to the evolution of society as a whole” – Kofi Annan

artikel pernah dikirim untuk karyahamindonesia@yahoo.com
dalam memperingati Human Right’s Day

Total comment

Author

Unknown

0   komentar

Cancel Reply