Contact Form

 

World TB Day

Hari Tuberkulosis Sedunia diperingati setiap tanggal 24 Maret, adanya peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa TB saat ini masih menjadi epidemi di sebagian besar populasi dunia, yang menyebabkan masih tingginya tingkat mortalitas dan morbiditas, khususnya di negara berkembang. 

Mengapa tgl 24 Maret ?
Pada tanggal 24 Maret 1882, seorang ilmuwan Jerman bernama Dr. Robert Koch mengumumkan hasil temuannya yaitu kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab penyakit TB. Pada saat itu, TB merupakan ancaman terbesar di Eropa dan Amerika, menyebabkan kematian satu dari setiap tujuh orang. Penemuan Rober Koch membuka jalan menuju diagnosa dan pengobatan TB secara tuntas.

Menurut WHO, Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat penting di dunia. Tahun 1992, mencanangkan TB sebagai Global Emergency. Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009 adalah insiden kasus 9,4 juta. Berdasarkan WHO 2010 Indonesia menempati urutan ke 5 , setelah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria.

Sesorang menderita TB jika telah tertular kuman TB, dimana kuman TB telah masuk ke dalam tubuh seseorang dan menginfeksi. Proses penularan tersebut bisa melalui inhalasi, saluran cerna, luka, atau intrauterine (melalui plasenta) dan ditambah kondisi penderita yang sedang mengalami imunokompromise. Setelah terinfeksi TB seseorang bisa menjadi sakit atau tidak. Pengertian 'tidak' disini adalah jika sesorang tidak menunjukkan gejala klinis namun saat pemeriksaan sputum didapatkan BTA (+) yang dikenal sebagai TB dormant. Hal ini tergantung pada jumlah kuman yang masuk, virulensi kuman, derajat hipersensitiviti host, daya tahan (resistensi) host.

Karena dibutuhkan waktu 4-6 minggu untuk membentuk kompleks primer dimana kuman TB sudah menyerang saluran getah bening (peradangan). Namun jika tubuh dalam pertahanan yang lemah maka bisa terjadi reaktivasi pada status TB dormant.

Gejala klinis yang dimunculkan oleh penderita TB diantaranya cepat lelah, malaise ( tidak enak badan), nafsu makan berkurang, berat bada menurun, demam, nadi cepat, keringat malam, amenorea, batu lebih dari 3 minggu dan berdahak, nyeri dada, sesak nafas. Namun untuk hal ini kebanyakan penderita tidak menunjukkan gejala khas. Perlu pemeriksaan penunjang berupa tes sputum dan radiologis.

Untuk meningkatkan kemajuan pengobatan pada penderita TB, para praktisi harus memahami lima elemen yang dikenal sebagai strategi 'DOTS' yaitu :
  1. Komitmen politis
  2. Diagnosa dengan mikroskop
  3. Pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung
  4. Jaminan Ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis yang bermutu
  5. Monitoring dan evaluasi
Dengan kelima elemen dasar ini diharapkan terlaksananya pengobatan yang holistik sehingga dapat menurunkan insiden TB di dunia, khususnya Indonesia. 

Daaaan, sebagai mahasiswa kedokteran, selain mengetahui epidemiologi, faktor risiko, patogenesis, patofisiologi, manifestasi klinis, dan diagnosisnya. Kita harus mengaplikasikan point yang satu ini yaitu, prevensi dan promotif minimal ke masyarakat sekeliling kita. Seperti menyarankan kepada keluarga untuk menjauhi faktor risiko dengan meningkatkan pertahanan tubuh, menyuruh penderita TB untuk memakai masker dan segera berobat ke dokter, dan mensosialisasikan programa pengobatan TB yang kita tahu tidak boleh terputus. 

Tunjukkan antusiasmu, Ayo Brantas TB !



Total comment

Author

Unknown

0   komentar

Cancel Reply